9 Oktober 2012 - Pkl. 1.00
Mules setiap 5 menit terjadi, suster pun mulai melakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui sudah pembukaan berapa. Pemeriksaan dalam ini berarti vagina lo dimasukin tangan suster setelah sampe ke mulut rahim diutek-utek (dirogoh-rogoh) dengan jari telunjuk dan jari manis dibentangkan sampai sebesar mana bisa terbentang (nah loh gmn tuh.. ). Suster yang ngelakuin ini kebetulan agak berbadan besar, jarinya juga besar dong yaa.. Gue yang baru pertama kali, agak merintih kesakitan sambil megangin kasur serta berkali-kali memohon ke suster supaya segera berhenti. Kata suster, sudah pembukaan 4. Seneng dong guee.. Dari bukaan 1 sampe 4 gini ga berasa mules-mules amat. Gue malah mikir, gini doang nih lahiran, yang katanya sakit banget itu « Songong yaa » seriuss tapi ini yang gue alamin..
Kebetulan di kamar bersalin itu ada jumping ball. Kata suster instead of cuma tiduran & berdiam diri sambil menahan mules yang melanda, lebih baik gue enjot-enjotan untuk mempercepat bukaan. Gue pun ngelakuin what she said, and apparently it reduce the pain too, malah bisa ngobrol-ngobrol sama susternya & taruhan soal jam berapa anak gue bakal lahir. Gue nebak jam 7 pagi sementara si suster jam 10 pagi, and I promised her if she's correct I'll treat her Jco.
Detak jantung anak gue pun diperiksa, hasilnya hampir sama seperti pemeriksaan di RSCM, detaknya ga akseleratif. Sampe suster berkali-kali menggoncang perut gue supaya ngebangunin mas Arya yang mungkin lagi tertidur, pun setelah ini dilakuin, hasilnya tetep sama. Denyut jantung cenderung konstan. Datar :(
9 Oktober 2012 - Pkl. 3.00
Suster kedua datang untuk mengecek perkembangan sudah pembukaan berapa sekarang. Kalo suster yang pertama agak gendut, suster yang kedua ini singset, sehingga jari-jari kecilnya sangat terasa menusuk ke vagina dalam. Rasanya tajam. Lagi-lagi gue merintih kesakitan. Setelah dicek, hasilnya baru bukaan 2. Woott? Kok ga maju malah turun? Ternyata suster yang pertama salah memeriksa. Jarinya yang gendut & pendek ternyata ga menjangkau sampai ujung vagina. Huhuu, jadi sakit yang pertama agak sia-sia donngg huhuu..
Pkl. 05.00
Dr. Seno datang. Masih ingat setelan kemeja batik yang dipakainya, gue pun menggodanya dengan sebutan Bpk. Lurah hehe. Tanpa tedeng aling-aling dokter Seno melakukan pemeriksaan dalam. Kali ini jauh lebih smoootth dari 2 suster sebelumnya. Gawd ! Tanpa rasa sakit & cepat sekali. Kalo dua suster sebelumnya harus meraba-raba dulu yang ngebuat pemeriksaan jadi semakin sakit dan lama. Dokter Seno langsung tepat ke sasaran. Mungkin karena dia laki-laki ya jadi lebih handal yaa *Loh* :p. Belum terasa sakit, dokter Seno sudah mengeluarkan lagi tangannya & mengetahui hasilnya. Ternyata masih bukaan 1. Woooottt? Yang pertama bukaan 4, lalu 2, kemudian berubah lagi jadi 1 ?? Apa pula inii ?? Jadi menurutnya, di dalam vagina itu terdapat lapisan-lapisan, nah kedua suster yang sebelumnya salah menilai lapisan yang sebetulnya, yang akan menjadi jalan lahir si bayi. Gue langsung meleret, sedih, dan tidak bersemangat, seketika semua hahaa hihii serta taruhan Jco dengan si suster tadi hilang ! Gue pun meminta suami untuk memberi tahu saudara & mertua yang sudah mau datang untuk menundanya hingga nanti sore karena proses kelahiran yang masih lama.
Tidak henti-hentinya gue berkomunikasi dengan si anak, meminta dia untuk membantu proses persalinan kami ini. Gue tau dia pun sedang berjuang sama kerasnya dengan ibunya. Karena itu gue harus tetap tenang, tetap berpikiran positif dan tetap menjalin komunikasi yang baik dengan si anak.
Dokter Seno lalu melihat hasil CTG janin yang sudah 2 x diperiksa sebelumnya, hasilnya tetap tidak akseleratif. Ini dikarenakan olygohydramnion yang gue derita yang sudah disampaikan sebelumnya. Beliau pun menyarankan jika tidak terjadi pembukaan lagi sampai jam 9 pagi, maka akan dilakukan induksi untuk merangsang pembukaan. Waktu itu gue dan suami bersikeras untuk tetap melakukan lahiran normal tanpa embel-embel perangsang. Karena itu kami meminta dokter untuk menunggu hingga jam 11 siang, sekiranya akan ada pembukaan lagi dan tidak perlu dilakukan induksi. Gue optimis. Sangat optimis. Pasti bisa lahiran normal dengan terus mengajak ngobrol anak dalam kandungan untuk segera keluar.
Induksi
Pkl. 08.00
Perut masih saja mules, tapi ngga sesakit sebelumnya. Karena itu gue menyempatkan untuk mandi & berias diri. Semalaman begadang bikin lusuh dan ga enak dipandang, gue juga terbiasa untuk selalu gosok gigi apapun kondisinya, jadi yaudah, meskipun dilarang sama suster, hajaarr ! Papa & Mba Era (adik alm. Mama) sudah datang untuk menemani kami.
Pkl. 11.00
As per deal dengan dokter Seno, jam ini menjadi jam penentu apakah harus diinduksi atau tidak. Proses periksa dalam pun dimulai lagi.. Daaaan.. Pembukaan belum beranjak dari angka 1.. *ngok :(* Opsi induksi pun dilontarkan. Setelah diskusi 4 mata dengan sang suami, dengan mempertimbangkan kondisi bayi di dalam kandungan, akhirnya kami memutuskan untuk diinduksi.
Agak berat mengambil keputusan ini karena tidak pernak terpikir sebelumnya. Gue diminta untuk menandatangi surat pernyataan persetujuan induksi. Setelah administrasi & perlengkapan selesai disiapkan, cairan induksi pun dimasukkan lewat infus. Tidak lama berselang, sakitnya mulai terasa. Perlahan tapi pasti, hingga akhirnya mules terasa hingga 2 menit sekali dengan durasi selama 1 menit. Rasanya sakiiiiiiiiiiiiittttt sekali, seakan-akan semua organ tubuh dalammu akan keluar.
Oh my Gawd ! Mules yang begitu hebatnya terasa, tapi ga sedikit pun jeritan yang gue keluarin atau cakaran dihujamkan pada suami. Sebelum lahiran, gue sering ngebayangin adegan-adegan melahirkan di sinetron yang sampe teriak-teriak dan jambakin suami, dan menjadikannya joke kepada suami serta menakutinya akan melakukan hal yang sama. Tapi beruntunglah ia, karena istrinya sudah mempersiapkan hari dengan baik.
Berbekal membaca dan mendengarkan instrumen hypnobirthing yang rutin dilakukan, serta rajin mengikuti senam hamil, adegan proses melahirkan bak sinetron tidak terjadi. Di kala mules luar biasa yang melanda, gue menarik & melepaskan napas.. Inhale.. Exhale.. Persis seperti yang diajarkan sembari mensugestikan diri bahwa proses ini menyenangkan bukan sebaliknya. Bahwa proses ini tidak sakit sembari memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
Di samping tempat tidur, suami & Mba Era setia menemani sambil memegangi tangan dan memijati serta memberikan semangat, sementara papa menunggu di luar, karena ga tega ngeliat anaknya menderita menahan sakit. Gue cuma bisa meringis, ga sedikit pun tangis terurai. Seketika teringat alm. Mama yang dulu juga merasakan ini saat ngelahirin gue.. Huhhuuu, I feel you now mah.. Maaf.. Maaf.. Mba Dista penuh salah :'(